Untuk Para Ayah, Para Lelaki, dan Para Pemuda | Untuk Kita Renungkan [Part. 1].


Oleh: Ust. Bachtiar Nasir

Maaf untuk para ayah, para lelaki, dan para pemuda... jika dalam tulisan ini, nama kalian semua di sebut berkali-berkali dan maaf jika dalam pembahasannya itu menyinggung dan menyakiti perasaan kalian. Sesunguhnya bukan niat saya begitu tulisan ini di rangkai, melainkan hanya untuk renungan, bertambahnya ilmu, dan sesungguhnya mengingatkan diri saya pribadi secara khusus sebagai laki-laki yang masih muda yang bakal menjadi seorang ayah.

Anda para ayah, para lelaki, para pemuda, adalah pewaris jiwa ksatria. Anda adalah orang yang telah di beri rahmat Allah SWT, dengan semua jiwa kelelakian anda. Mudah-mudahan setelah membaca tulisan ini sampai akhir, kita tidak tergolong orang yang sia-sia. Yang saya maksud, mudah-mudahan bertambahlah wawasan ilmu dan semakin mengerti tentang apa yang akan kita hadapi kelak.

Jika ada anak durhaka, tentu ada juga ayah durhaka. Ini istilah dari Umar bin Khattab, “Ayah durhaka bukan yang bisa dikutuk jadi batu oleh anaknya. Tetapi ayah yang menuntut anaknya shalih dan shalihah namun tak memberikan hak anak di masa kecilnya. Ayah ingin didoakan masuk surga oleh anaknya, tapi tak pernah berdoa untuk anaknya. Ayah ingin dimuliakan oleh anaknya tapi tak mau memuliakan anaknya”.

Latar belakang tema tulisan ini saya ambil dari sebuah fenomena internasional dalam sebuah konferensi ayah se-dunia, bahwa sesuai dengan ilmu pendidikan, baik dengan pendidikan islam maupun pendidikan modern, ternyata penyebab sosial perilaku menyimpang pada anak-anak, penyebab utamanya adalah lapar ayah "father hunger". Fenomena anak-anak yang lapar nasehat ayah, anak-anak yang lapar teladan ayah, anak-anak yang lapar belaian dan pelukan ayah, anak-anak yang lapar waktu ayah, anak-anak yang lapar pengorbanan ayah, inilah penyebab utama sosial di dunia saat ini.

Ibnul Qayyim dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” menjelaskan bahwa penyebab kerusakan sosial di masyarakat, penyimpangan perilaku pada anak-anak, ketika di telusuri maka akar permasalahnya, penyebab utama masalahnya adalah para ayah yang tidak amanah. Ayah yang tidak amanah terhadap anak-anaknya inilah yang kemudian menyebabkan fenomena lapar ayah di muka bumi saat ini. Buat teman-teman yang masih remaja dan para generasi muda, tulisan ini jangan jadikan kalian sebagai alat atau sarana untuk menyudutkan ayah. Jangan...! jangan jadikan ini sebagai alat untuk menyerang ayah. Tetapi sebaliknya, mulai sekarang belajarlah menjadi laki-laki sesungguhnya, agar kalian nanti tidak salah mencari jodoh. Dan ketika mencari jodoh, jangan semata-mata kacamata duniawi yang kalian jadikan sebagai standar.

Mencari pasangan adalah berarti mencari calon ibu buat anak-anak kalian, agar anak-anak kalian kelak tidak menjadi anak-anak yang durhaka karena kalian salah mencari istri. Mencari istri adalah membangun permulaan surga di dunia, agar rumah tangga kalian nanti seperti di gambarkan “bayti jannati”, rumahku adalah surgaku. Siapapun ayahmu, dia adalah orang yang tetap harus kalian mintakan ridhonya, kalian mintakan nasehatnya, siapapun kalian. Kalian bukan siapa-siapa tanpa ayahmu, ayahmu yang menafkahimu, dan kalian bisa hadir di dunia ini adalah juga karena ayah.

Wahai teman-teman, bahwa menikah ini sebetulnya berat sekali pertanggung jawabannya nanti di hadapan Allah SWT di akhirat kelak. Kalian akan bertanggung jawab tentang kepemimpinan kalian di hadapan istri dan di hadapan anak-anak kalian semua kelak nanti di akhirat. Kalau ada pesan penting yang perlu kalian ambil wahai generasi muda, agar kalian menjadi generasi ksatria, menikah tidak cukup dengan kerja dan cinta. Ya... walau pada umumnya para pemuda menikah dasarnya cuma 2, kerja dan cinta. Tidak cukup. Kalian butuh yang namanya ilmu berperan menjadi orang tua yang amanah, parenting. Kalian butuh yang namanya mengelola keuangan keluarga, kalian harus paham psikologi yang namanya woman. Kalian harus belajar bagaimana caranya memperlakukan istri dengan baik, kalian juga perlu mengenal dan jangan pernah menikah sebelum khatam membaca bab nikah. Kalian masih perlu belajar ilmu psikologi, kalian juga perlu belajar ilmu hukum tentang hukum positif dalam masalah ber-rumah tangga, banyak yang perlu kalian pelajari.

Dari sebuah penelitian mahasiswa pasca sarjana di Universitas Ummulqura Mekkah, hasil penelitian beliau seputar ayat-ayat pendidikan dan dialog, ternyata di temukan ada 17 ayat yang bercerita dialog antara anak dengan orang tua, dimana 14 ayat itu bercerita tentang dialog antara anak dengan ayahnya, 2 ayat dialog antara anak dengan ibunya, dan 1 cerita dialog antara anak dengan orang tua tapi tidak di ketahui, dengan ayah atau dengan ibunya. Yang ingin saya garis bawahi adalah bahwa tenyata pendidikan alqur’an lewat dialog antara ayah-anak dengan dialog antara ibu-anak jika di bandingkan, perbandingannya 14 : 2 . Ini menunjukan betapa pentingnya dialog intens antara ayah dengan anak.

Tapi mohon maaf, kebanyakan ayah bisu. Ayah bisu adalah ayah-ayah yang tidak pandai berdialog dengan anaknya, kecuali perintah dan marah. Ada banyak anak ketika ayahnya pulang kerja, anak lebih memilih untuk mengurung diri di kamar atau pergi keluar, yang penting tidak melihat muka ayah dan tidak berbicara dengan ayah, karena pembicaraan ayah sudah di hafal, hanya itu-itu saja. Seperti lelaki yang kekurangan bahan untuk berdialog dengan anaknya.

Para ayah, anakmu butuh ciuman keningmu. Para ayah, jika kamu terlambat pulang, peluk anakmu, peluk anak lelakimu, alam bawah sadarnya menyadari setelah kau peluk anakmu, dia mungkin menangis karena dia sudah menemukan kembali ayahnya. Kenakalannya adalah ekspresi karena dia sebal dengan ayahnya, ada banyak anak kehilangan ayahnya. Ayah tidak mengerti perkembangan anaknya. Anda tahu kenapa banyak lelaki banci saat ini? kenapa banyak generasi banci saat ini? adalah karena mereka kurang asupan maskulinitas dari jiwa ayah.


Bersambung...

No comments:

Powered by Blogger.