Untuk Para Ayah, Para Lelaki, dan Para Pemuda | Untuk Kita Renungkan [Part. 2]
Maaf..., kalau cuma sekedar punya anak, kalau sekedar bikin anak, kucing dan kambing pun bisa. Tidak setiap orang yang punya anak berarti dia sebagai orang tua. Karena dia tidak mahir memposisikan dirinya sebagai orang tua yang baik. Dan ini berat sekali di hadapan Allah SWT. Apapun kondisi yang sedang anda alami, lihatlah seperti Nuh alaihi salam, Kan’an dia kurang ajar kepada orang tuanya, tetaplah selalu tegakkan “laa ilaaha illallah muhammadan rasulullah”. Ilmu pertama yang harus di tanamkan di rumah adalah Qur’an. Mana budaya baca alqur’an setelah maghrib itu? Penuhi kembali munasah-munasah itu dengan anak-anak lelakimu, dg anak-anak perempuanmu. Kondisikan.
Bagi yang punya anak perempuan, anak perempuan kau asuh dengan baik, maka dia akan jadi jembatan surga bagimu wahai para ayah. Ketika kau biarkan anakmu dengan berpakaian yang tidak sesuai dengan aturan Allah SWT, itu sudah menjadi bekal bagimu, jembatan bagimu masuk neraka. Apalagi kau biarkan istrimu, mengumbar auratnya. Sebagai seorang suami, engkau akan di mintakan pertanggung jawabannya di hadapan Allah SWT. Lihat Imran, Imran bukan cuma menjaga kesucian anak perempuannya tetapi memilih guru yang tepat untuk anaknya, yang boleh menjadi pendidik bagi Maryam adalah orang yang ilmunya di gambarkan punya pena dan pena-nya pernah di gunakan untuk menulis Taurat. Di lakukanlah audisi. Hanya orang-orang yang pernah menulis Taurat dengan pena-nya, yang boleh menjadi pendidik Maryam.
Audisinya seperti apa? Setiap yang ingin menjadi guru Maryam harus melemparkan pena-nya di sungai yang arusnya mengalir. Lalu hanya pena-nya Zakaria yang tidak terbawa arus bahkan melawan arus. Idikatornya apa? Itu menandakan apa? Pena inilah yang cocok untuk menjadi ilmu bagi anak Imran (Maryam). Pemilik pena ini yang boleh mengukir jiwa Maryam kecil. Seserius itu, sehebat itu, sekonsen itu Imran memberikan pendidik buat anak perempuannya. Di tengah liberalisme, feminisme, perempuan-perempuan kita sebenarnya sedang di hancurkan atas gerakan feminisme ini, naudzubillah.Maka kenalilah anakmu.
Coba perhatikan sosok ayah teladan, Ya'kub. Sebagai seorang nabi, Ya'kub alaihi salam adalah nabi yang sangat penyabar dengan berbagai macam ujian, bahkan sempat buta dan kehilangan indera penglihatannya karena rindunya kepada Yusuf, anaknya yang hilang. Ayah yang sangat penyayang ini, pernah kehilangan buah hatinya. Sabar dan berjuang keras untuk tetap mendidik saudara-saudaranya Yusuf yang telah berdosa ini menjadi anak-anak yang soleh, dan pada akhirnya Yusuf pun memaafkan saudara-saudaranya. Karena didikan ayah, keberanian dan jiwa pemaaf yang luar biasa.
Ada sebuah peristiwa yang sangat mengerikan di gambarkan di dalam al qur’an buat para ayah, buat para suami. Saat ini barang kali anda lalai tapi bolehlah untuk mengingatkan peristiwa ini. Peristiwa yang berat yang nanti akan kita hadapi adalah saat menjelang kematian. Di situ kita akan merasakan betapa beratnya menjadi seorang ayah, dan itu yg dirasakan oleh Ya’kub sebagai seorang ayah ketika saat-saat sakaratul mautnya.
Di katakan di dalam al qur’an, “am kuntum syuhada...” apakah kamu tidak menyaksikan? ya.. kita tidak hadir pada saat itu, tapi ilmu al qur’an, ilmu kebenaran ini menginformasikan sebuah fakta yg sesungguhnya terjadi. Apa yang terjadi pada saat itu? “idz khadoro ya’qubal maut...” ketika nabi Ya’kub di jelang kematiannya. Apa yg terjadi pada saat itu? Suasana yang sangat mencekam adalah dia sebagai seorang nabi, yang gelarnya “Israil” artinya abdullah (hamba Allah), mungkin merasa sudah menjadi ayah yang baik, mungkin merasa sudah menjadi seorang nabi yang baik, tetapi untuk evaluasi terakhir apakah dia sukses menjadi ayah ataukah tidak, ada satu pertanyaan yang akan menjadi persimpangan apakah dia sukses ataukah dia menjadi ayah yang gagal.
Dari 12 keturunan bani Israil itu, Ya 'kub bertanya. Apa kata Ya'kub kepada anaknya? “Maa ta'buduuna mim ba'dii” siapa yang akan kalian sembah selepas kematian ayah? Wahai para ayah, ini ujian terbesar. Kau kerja dan kau besarkan fisiknya, tapi anakmu di rampok pikiran dan keyakinannya oleh sekulerisme di sekolahnya. Kau sibuk bekerja untuk besarkan fisiknya, tapi anakmu kemudian lebih mencintai ilmu dunia dan lebih mencintai utk mendapatkan dunia sehingga anakmu tidak kenal kepada Tuhannya apalagi mencintai Tuhannya. Bahaya posisimu wahai ayah!.
“Maa ta'buduuna mim ba'dii” siapa yang kalian sembah selepas kematian ayah? Anak-anak Ya’kub pun menjawab, “na'budu ilaahak wa ilaaha aabaik”, ayah kami akan menyembah Tuhannya ayah selepas kematian ayah. Menarik. Kenapa tidak di katakan kami akan menyembah Allah SWT, kenapa anak Ya'kub tidak mengatakan “na'budullah”. Tetapi malah mengatakan “na'budu ilaahak wa ilaaha aabik”, kami akan menyembah Tuhannya ayah. Ya... karena ayahnya yang memperkenalkan Allah SWT kepada anaknya. Karena ayahnya yang konsisten mendidik anak-anaknya untuk cinta kepada Allah SWT. Dan ayahnya telah membanggakan anaknnya sehingga anak-anaknya kemudian mengagumi ayahnya. Berapa banyak anak-anak yang tidak mau seperti ayahnya.
Berapa banyak anak-anak yang tidak mau mengagumi ayahnya. Apa gunanya jadi pemimpin besar, ayahnya walikota, ibunya ketua DPRD, anaknya narkoba. Lalu siapa yang dia pimpin dalam hidupnya.
Akan tetapi rupanya Ya'kub bisa di kagumi anaknya, bisa jadi kebanggaan anak-anaknya karena Ya'kub di didik oleh ayahnya juga (Ishaq). Dan Ishaq sukses mendidik Ya’kub yang begitu di kagumi anaknya karena Ishaq di didik juga oleh ayahnya, yakni Ibrahim.
Sehingga anak-anak Ya'kub berkata bukan cuma “na'budu ilaahak” tapi “wa ilaaha aabaik”, kami juga akan menyembah Tuhan nenek-nenek moyang ayah, Ibrahim wa Ismail wa Ishaq. Kami akan meyembah Tuhan kakek Ibrahim, kami akan menyembah Tuhan kakek Ismail, kami akan menyembah Tuhan kakek Ishaq. Betapa bangganya anak-anak Ya'kub kepada ayahnya, dan nasab ayahnya, dan yang paling mulia adalah menisbatkan Allah SWT sesembahannya dengan ayahnya. Ini ciri-ciri ayah yang sukses. Yang telah menanamkan daya rasa surgawi dalam jiwa anaknya. Yang telah memberikan titik kebenaran kepada jiwa anaknya karena di tekankan Allah SWT.
Tetapi coba lihat anak-anakmu, apa yang telah di pelajari di sekolahnya, apa yang telah di pelajari di kampusnya, inna lillahi wa inna ilaihi rojiuun. Berapa ribu anak-anak muslim yang pintar, setelah dia kuliah, pekerjaanya merestorasi kapitalisme. Berapa banyak anak-anakmu yang kau kuliahkan di luar negeri, pulang hanya menegakkan hukum jahiliyah. Berapa banyak kau kerja, kau banting tulang, kau biayai anak-anakmu, kau kehilangan waktu kepada anakmu, akhirnya anakmu hanya menjadi promotor bisnis-bisnis syetan dan iblis di muka bumi. Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun.
No comments: