Ali Zainal Abidin, Sosok Pelayan Rakyat Yang Dirindukan
Oleh: Hepi Andi Bastoni
Penduduk Madinah kaget. Terutama orang-orang miskin. Hampir setiap malam, ada saja yang mendapat rezeki besar! Nyaris setiap pagi, para penduduk miskin itu menemukan satu karung besar gandum di depan pintu rumah mereka.
Berita itu terus menyebar dari mulut ke mulut. Tapi sampai berlangsung lama, tak ada yang mengetahui siapa yang selalu berbuat baik, mengantarkan bahan makanan ke pintu rumah mereka itu. Beberapa orang mencoba menyelidik, tapi tetap tak berhasil melacak si pelaku.
Sampai akhirnya mereka kehilangan Ali Zainal Abidin, seorang ulama zuhud kala itu. Ulama yang masih terbilang cucu Ali bin Abi Thalib itu meninggal dunia. Madinah kehilangan seorang ulama. Tapi yang merasa sangat kehilangan adalah para penduduk yang biasa mendapatkan “rezeki” di depan pintu mereka setiap pagi. Sejak meninggalnya Ali Zainal Abidin, mereka tak menemukan karung bahan makanan di depan pintu rumah mereka lagi.
Semula mereka tak menyadari hal itu. Namun ketika jenazah Ali Zainal Abidin diletakkan di atas tempat pemandian, mereka melihat ada bekas-bekas hitam di punggungnya. Mereka baru yakin, orang yang selama ini memanggul karung makanan dan mengantarkannya ke rumah-rumah penduduk miskin di hampir setiap malam adalah Ali Zainal Abidin. Tanda hitam di punggungnya itu adalah bekas memanggul karung bahan makanan.
Banyak cerita menarik tentang perilaku cucu Ali bin Abi Thalib ini. Selain kisah di atas, ia juga dikenal sering memerdekakan sahayanya. Bahkan riwayat menyebutkan, Ali Zainal Abidin sempat memerdekakan sampai seribu orang budak. Ia tak pernah menjadikan salah seorang dari sahayanya yang mengabdi lebih dari satu tahun.
Paling tidak ada dua hal menarik yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dari sosok Ali Zainal Abidin ini. Pertama, tentang perhatian Ali Zainal Abidin terhadap rakyat. Kendati tidak menjabat apa-apa, tapi kepeduliannya terhadap masyarakat miskin sangat besar. Ini dibuktikan dengan tindakannya memanggul bahan makanan dan mengantarkannya ke rumah-rumah rakyat miskin. Padahal ia tak punya kepentingan apa-apa. Bahkan, untuk dikenal pun tidak.
Bandingkan dengan para penguasa dan orang-orang kaya saat ini. Kekuasaan dan kekayaan tidak digunakan untuk menolong mereka yang lemah, tapi justru dipakai untuk mewujudkan kepentingan sendiri. Kekuasaan digunakan untuk memperkaya diri. Dan, kekayaan digunakan untuk melanggengkan kekuasaan. Dua hal yang saling mendukung.
Padahal, seharusnya para pemimpin adalah pelayan rakyat. Karenanya, dalam haditsnya Rasulullah saw menyebut pemimpin itu dengan kata ra’iin (penggembala). Sebuah perumpamaan yang sangat tepat. Sebab, tugas seorang penggembala, tak hanya mencarikan lahan makanan untuk hewan ternaknya, tapi juga menjaga agar gembalaannya tetap aman dari ancaman binatang buas.
Penggembala adalah seorang pengayom dan pelayan gembalaanya.
Begitulah hendaknya seorang pemimpin. Seharusnya ia menjadi pengayom rakyat dan pelindung bagi orang-orang lemah. Bukan sebaliknya, menindas dan memeras kekayaan rakyat.
Kedua, sirriyatul ‘amal (merahasiakan perbuatan). Tak banyak yang bisa melakukan hal ini. Tapi justru di sinilah letak kemuliaan itu. Meskipun menginfakkan harta secara terang-terang itu baik, tapi orang yang menginfakkan hartanya secara sembunyi-sembunyi jauh lebih baik. Allah berfirman, “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah lebih baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS al-Baqarah: 271).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw menggolongkan orang yang menginfakkan hartanya secara sembunyi-sembunyi dalam tujuh kelompok yang akan mendapatkan naungan di hari tidak ada naungan kecuali naungan Allah.
Hal ini tak hanya berlaku dalam hal menginfakkan harta, tapi juga dalam melakukan kebaikan. Berbuat baik dengan cara sembunyi-sembunyi mampu memelihara kualitas amal dan menghindarkannya dari sikap riya’. Kaidah Inilah yang menjelaskan mengapa shalat malam, di saat orang-orang sedang tidur, itu sangat baik. Suasana di dua pertiga malam, tak hanya menambah kekhusyu’an, tapi juga memelihara hati dari sikap riya’.
Tak heran kalau para mujahid dulu, ketika beristirahat di tengah letihnya perang di kegelapan malam, sedikit di antara mereka yang berada dalam tenda. Mereka berpencar mencari tempat-tempat terpencil, di balik batu atau pohon besar. Bukan mencari tempat yang aman untuk istirahat, tapi mencari lokasi yang baik dan jauh dari pandangan manusia untuk beribadah. Karenanya, di antara doa yang gampang diijabah oleh Allah adalah doa seorang Muslim kepada saudaranya tanpa sepengetahuan yang didoakan.
Begitulah seharusnya seorang Mukmin. Sungguh berbeda dengan perilaku para pejabat dan orang-orang kaya saat ini. Mereka tak mau menginfakkan hartanya jika tak ada kepentingan. Sebaliknya, jika ada kepentingan, mereka jor-joran mengeluarkan dana. Misalnya, menjelang Pemilu. Untuk memastikan dirinya terpilih sebagai anggota legeslatif atau presiden, mereka mau mengeluarkan dana besar. Akibatnya, ketika dirinya terpilih, yang ada dalam benaknya adalah bagaimana mengembalikan uang tersebut secepat mungkin bersama labanya.
Memelihara diri dari sikap riya’ ini begitu penting. Jika tidak, ia bisa menjadi virus penyebab hilangnya pahala ibadah. Lantaran riya’, ibadah bisa tak berarti apa-apa. Bahkan, riya’ tak hanya bisa menggerogoti pahala ibadah, tapi juga menyebabkan si pelaku menjadi musyrik. Pelaku riya’, cenderung berbuat bukan atas dasar ridha Allah, tapi karena ingin dipuji atau disenangi manusia. Ini sama saja dengan berbuat bukan karena Allah, tapi karena manusia. Orang yang beribadah bukan karena Allah, bisa digolongkan musyrik. Karenanya, Rasulullah saw menyebut riya’ dengan syirik kecil.
Di tengah penderitaan yang terus mendera bangsa ini, diperlukan sosok seperti Ali Zainal Abidin. Sosok yang tak hanya mau berbuat, tapi juga tak ingin perbuatannya diketahui orang banyak. Ikhlas, semata karena Allah.
(Sami/MuslimGen)
No comments: